Kamu Agamanya Apa? Pertanyaan Yang Tidak Pernah Ada Saat Interview di FDN

December 29, 2016

Merry Christmas untuk yang merayakan yaa...wishing you a wonderful night, a blissful tomorrow..and may the warmth of christmas bring everyone closer together. Semoga semua bisa beribadah dengan tenang ❤🎁🎄🎅

Begitu kurang lebih pesan Selamat Natal saya di WhatsApp group kantor. Kalau dulu di saat tim di kantor berjumlah sekitar 20 orang, saya masih bisa mention mereka satu-satu di awal pesan tersebut. Sekarang..saya tidak lagi menyebut nama mereka satu persatu karena selain timnya sudah lebih banyak (ada 54 orang) saya juga baru sadar kalau saya tidak tahu siapa saja yang merayakan natal! 



Data tim member pasti ada, berikut agamanya, karena untuk keperluan THR, tapi ketika interview sampai memutuskan untuk memberi offer atau tidak, agama sama sekali tidak ada relevansinya sehingga saya tidak pernah menanyakan hal tersebut. Yang kami cari tentunya pengalaman dan skill yang sesuai serta attitude yang positif dan menyenangkan. Nggak penting agamanya apa karena yang paling utama adalah apakah orang tersebut dapat membantu menggerakkan roda perusahaan atau enggak. Tujuan dari sebuah badan usaha kan memajukan perusahaan dan mensejahterakan seluruh stakeholdersnya dari mulai founder, pemegang saham, board of directors, customer, clients dan tim membernya sendiri. Dan untuk mendapatkan the right people at the right time di dunia digital ini susahnya bukan main, apalagi kalo harus dibatasi dengan memilih dari agama tertentu.

FDN dimulai oleh saya dan Affi yang dua-duanya keturunan Arab, sempet dibantu Thomas juga yang asli Yogya, trus Nopai, yang keturunan China bergabung, 2 dari investor kami juga keturunan China dan bahkan 1 nya lagi bukan warga negara Indonesia, begitu juga satu partner kami yang baru gabung seorang American Born Chinese. Nah, tim intinya aja udah beragam kan? 😀 Jadi selain karena memang menurut kami agama itu nggak relevan, kita mau pake agama yang mana lah wong tim intinya agamanya beda-beda?

Waktu saya tinggal di Amerika, ngerasain banget lah hidup sebagai minoritas dan ngerasa bersyukur banget di Amerika ada yang namanya Equal Employment Opportunity Commission. EEOC ini memastikan semua perusahaan tidak mendiskriminasi karyawan atau calon karyawan berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, umur sampai disabilitas. Jadi nggak akan ada formulir dengan kolom yang harus diisi dengan informasi tersebut. Ini bagus banget menurut gue karena memberi fair chance untuk semua orang karena nggak ada ruang untuk diskriminasi, everyone has to treat everyone equally. Kalo aja di sana minoritas nggak dikasih kesempatan, tentunya gue, Oki dan banyak juga orang Indonesia lainnya nggak akan punya kesempatan untuk kerja di sana and transfer the knowledge over here. Dari sisi pemilik perusahaan juga sebenernya seneng-seneng aja dengan minoritas, khususnya yang bukan warga negara Amerika karena biasanya they don’t take their employment for granted dan kerjanya juga jauh lebih giat untuk membuktikan bahwa mereka bisa. So that principle sticks with me.

Di Indonesia sendiri sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia ada 5 agama yang diakui negara..sukunya tau sendiri kan entah ada berapa banyak dengan bahasa dan budaya yang berbeda, warga keturunan pun nggak sedikit dan buat gue, it’s something to celebrate. Bersyukur banget tinggal di masyarakat yang sangat plural ini, di mana ada dua tempat ibadah yang megah saling berhadapan, di mana kita merasakan keriaan dan kehangatan di setiap Hari Raya, di mana kita bisa mendengar percakapan dalam bahasa yang berbeda dalam satu hari dan jenis makanan yang nggak akan pernah habis untuk dicicipi. I always believe that diversity is  an asset, kita jadi bisa belajar banyak hal, punya pengalaman yang berbeda dan mendapat perspektif baru. Diversity triggers our curiosity and creativity.

One of my childhood memories is playing with my friends in my neighbourhood who all came from different backgrounds every afternoon. Tetangga depan saya adalah keluarga Menado, saya selalu ngaji di sana setiap hari minggu and that’s how I first tasted Bubur Menado. Ada tetangga-tetangga lain yang saya panggil Teteh dan Ida. Ada keluarga Chinese di sebelah kanan rumah saya yang selalu meminjam adik saya setiap hari. Ada Tante Leni yang juga Chinese, salah satu teman dekat mama saya. And we all lived in harmony. Semua selalu berkumpul untuk arisan, halal bihalal, jalan-jalan ke Puncak, rapat ini itu, menghias sepeda bareng saat pawai 17an dan acara-acara kompleks lainnya. Saya juga nggak pernah sekolah di sekolah yang menganut agama tertentu, selalu sekolah umum dengan keberagamannya and I loved every bit of it. That’s the Indonesia I used to know and grew up with.

Makanya, sedih banget sih sekarang kok banyak banget yang menyerukan kebencian pada perbedaan. Apa yang salah dengan Indonesia yang saya tau waktu kecil dulu? Sejak kapan kita menjadi terganggu dengan perbedaan? Kenapa sekarang banyak sekali hal-hal kecil yang diributkan..dari mulai restoran yang nggak boleh terbuka di bulan Ramadhan, karyawan mall yang nggak boleh pakai atribut natal sampai menganggu agama lain yang sedang beribadah dan ucapan Selamat Natal. Bahkan, gambar pahlawan di uang baru pun diributkan dan dilecehkan. Dan yang saya sebutkan di sini hanya sebagian kecil dari kerusuhan di luar sana. What happened, people? Apa sih tujuannya dari ini semua?

Di agama saya selalu digaungkan untuk bersikap adil, seperti yang ada di surat Al-Maidah 8 ----- "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak kebenaran karena ALLAH dan menjadi saksi dengan ADIL. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, menyeretmu untuk berbuat tidak adil. Bersikap adillah. Adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha mengetahui apa yang kalian lakukan.” 

Ada juga surat As-syura 15 yang isinya "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allahlah tuham kami dan tuhan kami. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepanyalah kita kembali"

Jadi kalo menurut sang pencipta kita semua bersaudara, masih pantaskah kita membeda-bedakan satu dan yang lainnya?

Begitu lah kurang lebih...karena semua yang udah saya ceritain di atas, nggak pernah ada tuh pertanyaan tentang agama saat interview di kantor. Padahal kadang-kadang suka penasaran juga sih, bukan apa-apa...ini perlu untuk mengatur supaya cash flow tetap aman dan THR terbagi rata di dua Hari Raya :D

You Might Also Like

0 comments